Kamis, 28 Juli 2011

Just a Simple Thing

Suatu ketika, saat tim kerja mengalami kepincangan akibat resignnya salah satu rekan kerja kami, bos meminta anggota team tersisa untuk memback-up team yang ditinggalkan. Akhirnya jam kerja kami berubah dari 8 menjadi 12 jam, shift pagi masuk jam 8 dan pulang jam 20, sementara shift malam masuk jam 20 dan pulang jam 8. Beruntung kami mendapatkan fasilitas antar jemput sampai ke rumah untuk perjalanan malam hari. Sehingga selama periode itu, Saya selalu menelpon security untuk dijemput jam 7 malam, kalau pas kebagian longshift malam.

Sekali waktu, pernah ada operator yang ikut security menjemput jam 7 malam. Sepanjang jalan banyak hal yang dicurhatkan sang security dan operator tersebut, mulai dari gosip pekerjaan sampai masalah peraturan kerja.

Setelah sampai di pabrik dan absen handkey, seperti biasa, Pak Security tersebut mengantarkan sampai ke depan koridor ruangan Spv Produksi. Sebelum turun seperti biasa Saya berterimakasih kepada sang penjemput

“oke pak, terimakasih sudah dianter sampai sini”

“oke pak, besok masih saya yang jemput yah”

“oke deh, seperti biasa ya Pak”

“sip!”

Ketika berjalan ke arah kantor, sang operator tiba-tiba nyeletuk

“ini nih yang bikin beda”

“apanya mas?” saya heran tiba-tiba dia berkata begitu

“itu lho... ‘terimakasih’-nya Pak, bikin orang ngerasa dianggap”

“maksudnya?”

“iya, kan nganter jemput Bapak itu kan udah tugas mereka, mau Bapak ngobrol atau cuek, mau bapak bilang ‘makasih’ atau ngga, kan mereka mah tetep wajib nganter jemput”

“emang apa bedanya sama yang lain?”

“yang lain tuh ada yang kalau turun ya turun aja, ga pake terimakasih, apalagi ngobrol di jalan, kayaknya ngga banget Pak”

“oooh, saya pikir bilang makasih itu sesuatu yang wajar”

Sang operator berlalu sambil senyum. Usut punya usut ternyata ada beberapa bos dan rekan kerja yang ternyata kalau dijemput atau diantarkan tidak pernah mengucapkan terimakasih, apalagi ngobrol banyak dengan sang pengantar jemput.

Dari kejadian ini saya menyimpulkan dua hal, bahwa bersosialisasi dan menghargai orang lain itu bisa dilakukan dengan hal-hal kecil yang terlihat sangat sepele. Pertama. Menyapa orang dengan ramah, menanyakan kabar, dan mendengarkan keluh kesah orang lain ternyata bisa membuat kita lebih “dekat” dengan orang lain. Seringkali Saya mengobrol dengan beberapa security yang menjemput, tentang pekerjaan mereka, keluarga, tempat sekolah anak mereka, sampai ke masalah karburator mobil. Mendengarkan terlihat seperti hal yang sepele, tetapi ketika kita bisa merasakan dan berempati dengan perasaan mereka, ini bisa membuat mereka merasa dianggap dan diperhatikan, apalagi jika kita bisa memberikan beberapa saran ringan yang mempermudah masalah mereka, maka akan timbul perasaan nyaman dan menambah kedekatan mereka dengan kita. Toh hubungan kerja atasan bawahan tidak harus selalu kaku dan formal. Selama masih ada batasan antara bawahan dan atasan, kenapa tidak kita ramah terhadap bawahan kita?

Kedua, the power of terima kasih. Mengucapkan terima kasih rasanya tidak akan menguras tenaga yang banyak. Saya yakin, energi dari sepotong gorengan bisa digunakan untuk mengucapkan “terima kasih” dengan tambahan senyum berulang-ulang sebanyak puluhan kali. So, kenapa tidak kita sedikit lebih menghargai tenaga orang dengan ucapan sederhana “terima kasih”? mungkin yang dilakukan orang lain adalah kewajiban yang harus mereka lakukan, dan sudah mendapat upah untuk semua itu, namun tidak ada salahnya kita menambah lebih upah mereka dengan sapaan hangat dan senyuman tulus serta sepotong ucapan terimakasih. []

Jumat, 22 Juli 2011

[I've Found] My Lost World part II

Dunia memang tak terduga, begitu juga kehidupan. ditengah keputusasaanku untuk menghadapi dunia, akhirnya aku menemukan sesuatu.
Suatu ketika aku mendapat undangan nikah dari seorang teman kuliah. Awesome! Karena usia kami memang sama dan di usianya sekarang ia sudah memutuskan untuk menikah. Hebat menurut pikiranku yang justru masih terseok. Akhirnya Aku memikirkan sesuatu. Suatu saat nanti, aku akan menikah, dan itu harus.
Kapan? Harus segera, jangan terlalu lama, karena Aku tidak mau nikah setelah lewat usia 27, tapi juga jangan buru-buru, karena semua itu butuh persiapan kan?
Akhirnya mulailah proses penataan ulang hidup. Merencanakan hidup dari akhir. Rencana jangka pendekku yang pertama adalah menikah, sehingga saat itu aku mulai menarik benang merah antara rencana tanggal pernikahan dan hari ini. menghitung jeda waktu, menghitung berapa banyak yang bisa aku siapkan dengan jangka waktu sepanjang itu, dan luar biasa! Dalam jangka waktu beberapa minggu saja, kehidupanku kembali ke jalan yang benar! Aku mulai bersemangat menghadapi segala aktivitas, karena aku punya tujuan hidup.

Sekarang Aku sedang menyusun beberapa mimpi untuk kuraih, dan percayalah, semakin banyak akhir yang ingin kita raih, maka semakin bersemangat kita menjalani hidup. Salam Sukses!

Kamis, 05 Mei 2011

My Lost World part I

Sudah beberapa belas bulan terakhir aku mulai melupakan impian-impian besarku yang sejak dulu aku cita-citakan. Ini rasanya seperti loss oriented, kehilangan arah dan motivasi hidup. Aku tak tahu untuk apa, atau apa gunanya memimpikan hal-hal itu lagi?
Sejak keputusanku untuk hengkang dari Arnotts ke Indofood, aku seperti terjebak dalam dunia yang berbeda jauh. Jurang dalam yang memisahkan dua kultur ini membuat aku bingung.



Arnotts dengan segala kemapanannya telah menyulapku dari seorang mahasiswa kere menjadi seorang buruh dengan gaji tinggi dan gaya hidup yang luar biasa individualis, matrealistis dan sedikit congkak. Tempat kerjaku dipenuhi orang-orang workaholic dan para pengejar dunia, kerja lupa waktu lupa keluarga seolah menjadi budaya. Secara kasat mata, menampilkan etos kerja yang luar biasa hebat, namun menafikan sisi-sisi humanisme, sehingga seringkali memaksa mereka yang tak mau begitu, untuk menjadi begitu. It's enough!! Money is not the only things that I need.

Beralih dari Arnotts ke Indofood, bukanlah perkara yang mudah. Standard gaji yang tidak setinggi Arnotts, jumlah bawahan dan tanggungjawab yang lebih besar, serta latar belakang tim yang harus aku komandoi juga berbeda. Di Arnotts aku terbiasa bekerja sendiri, dan turun ke lapangan hanya pada waktu-waktu tertentu dimana sangat dibutuhkan untuk kelancaran supply chain. Intinya aku hanya bekerja sebagai tim SAR yang menangani shortage Raw Material, sehingga pekerjaannya sangat khusus dan sebagian besar persiapan awal dikerjakan sendiri.


Sementara di tempat baru ini, aku menangani produksi, yang secara lingkup jauh lebih besar, melibatkan team dan orang yang lebih banyak, dan butuh banyak pendekatan agar orang-orang itu mau menuruti perintahku sebagai atasan mereka.

Hal yang paling mengejutkan adalah, kondisi squad yang harus aku komando. Mereka adalah orang-orang yang sudah senior secara umur, demotivasi karena kesejahteraan yang minim, tidak termotivasi untuk bekerja dan terjebak karena tidak bisa pindah ke tempat lain dengan alasan usia yang sudah mentok. Maka begitulah pada akhirnya hari-hariku dilewati dengan penuh keluhan, curhat dan segala kegundahan mereka tentang masa depannya. Pada awalnya aku mendengarkan curhat mereka untuk meringankan beban, membantu memberikan solusi dan memotivasi agar mereka dapat bekerja dengan tetap bersemangat.

Namun akhir-akhir ini, semua itu terasa seperti bumerang untuk pikiranku. Pikiranku dipenuhi dengan keluhan dan ketidakpuasan mereka, yang semakin lama seolah memaksa pikiranku untuk ikut memiliki mindset seperti itu. Pesimis, demotivasi, menjalani hidup tanpa harapan. Sehingga lambat laun aku melupakan impianku untuk bisa belajar lagi ke luar negeri.

-to be continued-

mau keliling ke produksi dulu, beresin laporan sekalian review...

Selasa, 03 Mei 2011

Apakah ini Takdir atau Bukan?

Seringkali manusia terjebak dalam sebuah keraguan tentang sebuah kejadian, apakah itu sebenarnya takdir ataukah bukan. Bagi sebagian orang, tabrakan kereta, kecelakaan kerja atau kecelakaan di jalanan adalah takdir, tapi bagi sebagian yang lain, itu bukan takdir, tapi cerminan kurangnya kesigapan yang berakhir buruk. Selalu ada dua pendapat yang berlawanan. Demikian juga halnya dengan cara pandang manusia terhadap sebuah pencapaian. Bagi sebagian manusia, menjadi ustadz, Presiden, pengusaha sukses, artis terkenal, tukang becak, tukang bakso, pengamen, penyanyi, pemulung, pedagang atau bahkan politisi, adalah takdir belaka. Jika Tuhan berkehendak, maka siapa saja bisa menjadi Presiden atau pemulung. Namun bagi sebagian orang yang lain, menjadi seseorang itu bukanlah semata masalah takdir, melainkan adalah hasil kerja keras dan usaha yang sungguh-sungguh. Jadi apakah sebenarnya yang disebut takdir itu? Lantas pertanyaan berikutnya; apakah menjadi penjahat atau orang baik juga takdir? Berdosakah orang-orang yang "ditakdirkan" menjadi penjahat?

Sebelum memilah apakah kejadian itu takdir semua ataukah bukan, maka kita harus memahami konotasi takdir yang sebenarnya...

Kesimpulan orang tentang takdir biasanya dipengaruhi oleh pemahaman terhadap sifat dari kejadian dan lebih jauhnya dipengaruhi terhadap pemahaman kita terhadap beberapa hal . Apabila kita meneliti masalah takdir, maka akan kita dapati bahwa ketelitian pembahasannya menuntut kita untuk mengetahui terlebih dahulu dasar pembahasan masalah ini.

Ada beberapa kesalahan dalam pemahaman tentang penafsiran takdir ini. Ternyata, inti masalahnya bukan menyangkut perbuatan manusia, dilihat dari apakah diciptakan Allah atau oleh dirinya sendiri. Juga tidak menyangkut Ilmu Allah, dilihat dari kenyataan bahwa Allah SWT mengetahui apa yang akan dilakukan oleh hamba-Nya, dan Ilmu Allah itu meliputi segala perbuatan hamba. Tidak terkait pula dengan Iradah Allah -sementara Iradah Allah dianggap berhubungan dengan perbuatan hamba- sehingga suatu perbuatan harus terjadi karena adanya Iradah tadi. Tidak juga berhubungan dengan status perbuatan hamba yang sudah tertulis dalam Lauhul Mahfudz -yang tidak boleh tidak ia harus melakukannya sesuai dengan apa yang tertulis di dalamnya.

Dengan kata lain, pembahasan takdir ini tidak berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan:

‘Apakah manusia dipaksa melakukan perbuatan baik dan buruk, ataukah diberi kebebasan memilih?

Begitu pula dengan:

‘Apakah manusia diberi pilihan melakukan suatu pekerjaan atau meninggalkannya, atau sama sekali tidak diberi hak untuk memilih (ikhtiyar)?’



Pemahaman yang menyatakan bahwa manusia dipaksa untuk melakukan perbuatan baik dan buruk, akan menghasilkan manusia-manusia fatalis. Orang-orang seperti ini biasanya memandang bahwa semua kejadian adalah takdir semata. Orang dengan tipikal pola pikir seperti ini sangat percaya bahwa kepandaian Prof Habibie, ketenaran Justin Bieber, kelicinan Gayus Tambunan, kebodohan sebagian anggota DPR serta ketololan dirinya, adalah takdir semata. Maka bagi dirinya, semua kejadian adalah takdir. Mau berusaha sekuat tenaga pun, kalau takdirnya bodoh ya BODOH saja. Bagi manusia dengan tipikal ini, hidup hanyalah seperti air mengalir, akan jadi apa dan siapa dirinya, semua terserah Tuhan, ia tidak berkuasa dan tidak berhak memilih, maka takdir Tuhan menentukan semuanya.

Manusia menjadi baik atau jahat, berhasil atau gagal, semua adalah kehendak Tuhan, karena toh Tuhan sudah menuliskan takdirnya. Di masa lalu, pernah ada golongan manusia yang memiliki pandangan seperti ini, mereka adalah golongan Jabariyah, yang memiliki pendapat tersendiri, yang ringkasnya bahwa Allah menciptakan hamba beserta perbuatannya. Ia “dipaksa” melakukan perbuatannya dan tidak bebas memilih. Ibaratnya seperti bulu yang diterbangkan angin kemana saja.

Pernah ada anekdot tentang pencuri yang fatalis.

Suatu saat, ada pencuri yang tertangkap dan oleh polisi dihadirkan di sebuah persidangan, sehingga terjadilah dialog antara si pencuri ini dengan Sang Hakim yang adil...

"kenapa kamu mencuri heh...?" begitu pertanyaan pembuka dari Sang Hakim
"Saya ini sebenarnya tidak berminat untuk mencuri Pak, ini semua hanyalah takdir Pak"
"maksud kamu??"
"Bapak juga kan tahu, kalau Allah itu Maha berkehendak, dan kalau Ia sudah berkehendak, maka tidak ada seorangpun yang bisa melawan kehendak-Nya... bukankah begitu Pak?"
"benar!!" Sang Hakim menjawab dengan kalimat pendek sambil berpikir keras, kok ada pencuri yang ngomongin Allah dengan pedenya.
"nah sebenarnya saya juga ga berniat untuk mencuri Pak Hakim, tapi yah karena Allah mentakdirkan saya untuk mencuri, maka jadilah kemarin malam saya mencuri..."
Seluruh hadirin di persidangan terdiam mendengar penjelasan si pencuri yang kedengarannya benar, mereka tidak bisa menilai apakah si pencuri ini layak diberi hukuman atau tidak.
di tengah kebuntuan, Sang Hakim yang bijaksana itu kemudian berujar
"baiklah kalau begitu... kamu memang tidak salah..."
Si pencuri itupun tersenyum.
"tapi..." lanjut Sang Hakim "Pak Polisi, tolong bawa saja pencuri ini ke penjara dan kurung dia selama beberapa tahun di sel!"
Si pencuri itu pun terkaget kaget...
"Tapi Pak, kata Bapak tadi, saya tidak bersalah kan??!!"
dengan tenang Hakim yang bijak itu berkata dengan santai...
"Saya memang tidak ingin menghukum kamu, tapi Allah menakdirkan saya untuk memenjarakan kamu, jadi saya juga tidak bisa berbuat apa-apa, karena kehendak Allah tidak bisa saya tolak..."
***

Sebaliknya, ketika manusia menganggap bahwa ia diberi kebebasan mutlak untuk memilih peristiwa yang terjadi atas dirinya, akan menimbulkan golongan manusia yang berbanding terbalik dengan golongan fatalis. Tipikal manusia ini menganggap manusia sendirilah yang menciptakan perbuatannya (karena bebas memilih perbuatan baik dan buruk).

Manusia dihisab berdasarkan perbuatannya. Sebab, ia sendirilah yang menciptakannya. Manusia ini begitu percaya diri bahwa semua perbuatan dan peristiwa adalah hasil ciptaan manusia, sehingga menafikan adanya campur tangan Tuhan dalam setiap peristiwa atau perbuatan. Manusia jenis ini pernah ada dalam sebuah golongan yang namanya Mu’tazilah

Kedua pemahaman itu jelas perlu diluruskan, agar kita tidak terjebak menjadi golongan fatalis yang sangat pasrah, dan tidak juga menjadi golongan kedua yang overconfidence.

Apabila kita mengamati seluruh perbuatan manusia, akan kita jumpai bahwa manusia itu hidup di dalam dua area. Area pertama adalah ‘’area yang dikuasainya’’. Area ini berada di bawah kekuasaan manusia dan semua perbuatan dan kejadian yang muncul berada dalam lingkup pilihannya sendiri. Sedangkan area kedua adalah ‘’area yang menguasainya’’, yaitu area yang menguasai manusia. Pada area ini terjadi perbuatan dan kejadian yang tidak ada campur tangan manusia sedikitpun, baik perbuatan dan kejadian itu berasal dari dirinya atau yang menimpanya.

Area yang Menguasai Manusia

Seperti telah disinggung sebelumnya, pada area ini terjadi perbuatan dan kejadian yang tidak ada campur tangan manusia sedikitpun, baik perbuatan dan kejadian itu berasal dari dirinya atau yang menimpanya. Contoh kejadian yang menimpa manusia : Kelahiran, kematian atau bencana, dalam kejadian ini, manusia diposisikan sebagai "korban" yang tertimpa. Sementara contoh kejadian yang berasal dari dirinya misal, seseorang jatuh dari pohon dan menimpa temannya hingga meninggal, atau kecelakaan kereta yang diakibatkan kerusakan dan menyebabkan tabrakan yang mematikan penumpang di dalamnya.

Semua kejadian yang berasal dari manusia atau yang menimpanya ini, walaupun di luar kemampuannya dan tidak terikat dengan nizhamul wujud, tetapi tetap terjadi tanpa kehendak manusia dan berada di luar kekuasaannya. Karena itu, dapat digolongkan ke dalam area yang menguasai manusia. Peristiwa yang termasuk dalam area ini, samasekali tidak akan dihisab oleh Allah, tidak akan dimintai pertanggung jawaban karena tidak menimbulkan dosa ketika kejadiannya menimpa manusia.


Area yang Dikuasai Manusia

Area ini berada di bawah kekuasaan manusia dan semua perbuatan dan kejadian yang muncul berada dalam lingkup pilihannya sendiri. Sebagai contoh, ketika ujian, Mahasiswa bebas memilih untuk mencontek atau tidak. Ketika bekerja, seorang karyawan bebas memilih untuk korupsi atau tidak. Dengan kata lain Allah memberikan kebebasan pada manusia untuk memilih menjadi manusia yang baik atau yang buruk, bebas memilih untuk menjadi manusia yang bekerja sesuai aturan Allah atau melanggar aturan Allah. Area inilah yang akan dihisab di hadapan-Nya.

Namun perlu diingat, bahwa meskipun manusia bebas memilih, tetapi hasil akhirnya tetap milik Allah. Bahwa bisa jadi manusia bekerja dengan giat tetapi tidak pernah kaya, atau bisa jadi seseorang pelajar belajar terus menerus tetapi ujian nasionalnya tidak berhasil. Hasil yang diraih itu merupakan rahasia Allah, karena manusia hanya bisa berusaha dan Allah yang menentukan hasilnya. Namun demikian, si miskin yang giat bekerja lebih mulia di hadapan Allah daripada si miskin yang malas bekerja. Begitu juga halnya, dengan karyawan yang bekerja dengan jujur, akan lebih mulia di sisi Allah daripada karyawan yang korupsi.

'Ala kulli hal, setelah memahami konsep takdir dan pemisahan kejadian berdasarkan area yang dikuasai atau menguasai manusia, dalam hidup ini, agar manusia tetap bersemangat menjalani hidup, maka Allah juga memberikan satu aturan yang fair yang namanya hukum sebab akibat. Siapa yang menebar benih dia yang akan menuai hasil. Hukum sebab akibat; memungkinkan sesuatu yang tidak mungkin karena adanya usaha manusia. Seseorang yang tidak mungkin pandai, bisa menjadi pandai karena sebab rajin belajar. Seseorang yang miskin bisa menjadi kaya, dengan sebab ikhtiar yang gigih dan jujur.

Pemahaman akan takdir membuat manusia bertawakkal, sementara pemahaman akan hukum sebab akibat, mengarahkan manusia untuk berikhtiar.

So, menjadi pengusaha, presiden, politisi, dosen, guru, peneliti, pemulung, pengamen, penjaja makanan, semuanya adalah pilihan, karena seseorang yang tidak bercita-cita menjadi peneliti, idak akan berikhtiar untuk menjadi ilmuwan, takkan pernah berminat untuk menganalisis kejadian, tidak berminat melakukan riset dan pada akhirnya tidak akan menjadi peneliti handal, sementara seseorang yang bercita-cita menjadi peneliti akan membekali diri dengan ilmu yang banyak, melakukan riset dan fokus dengan tujuannya untuk menjadi seorang peneliti.

Karenanya, hidup ini adalah pilihan.

-------------------------------------------------------------------------------------------------
)* terima kasih kepada seluruh rekan-rekan seperjuangan di BKIM IPB yang memberikan aku pemahaman yang utuh tentang qadha dan qadar, serta makna tawakkal dan ikhtiar.

Senin, 17 Januari 2011

Angels

ini lagu yang kembali menguat dan terus menguat dalam benak saya...

Robbie Williams - Angels Lyrics

I sit and wait
Does an angel contemplate my fate
And do they know the places where we go
When we're gray and old
'Cos I've been told that salvation lets their wings unfold
So when I'm lying in my bed
Thoughts running through my head and I feel that love is dead
I'm loving angels instead

Chorus :
And through it all she offers me protection
A lot of love and affection
whether I'm right or wrong
And down the waterfall
Wherever it may take me
I know that life wont break me
When I come to call she won't forsake me
I'm loving angels instead

When I'm feeling weak and my pain walks down a one way street
I look above and I know I'll always be blessed with love
And as the feeling grows
She breathes flesh to my bones
And when love is dead
I'm loving angels instead

[Chorus]

powered by lirik lagu indonesia