Rabu, 18 Juli 2012

Doing Something Never Thought Before

Putaran waktu memang hanya milik-Nya. Tak terduga dan kadang irasional. Menuntun manusia menyusuri kejadian demi kejadian, menyusuri rentetan peristiwa yang lebih sering kita sebut dengan nama kehidupan. Terus berputar, penuh dengan kejutan, ketakterdugaan atau bahkan pengulangan, selayaknya deja vu. Siklus kehidupan yang kususuri malam ini teramat biasa pada awalnya, namun menjadi sesuatu yang luar biasa ketika sejenak aku terdiam dan merasakan sesuatu yang timbul dari alam bawah sadarku, secara tak sengaja, tak kentara, tapi semakin menguat secara perlahan.

Berawal dari sebuah forum di facebook yang dibuat oleh seorang teman lama. Teman yang sudah tidak pernah kutemui sejak sepuluh tahun lalu. Beberapa hari terakhir, anggota forum kami terus bertambah, dari satu, dua, hingga empat puluh satu orang teman lama kami berkumpul dan saling menyapa di forum ini. Menumpahkan segala rasa, haru, kangen, geli, dan menghangatkan kembali istilah-istilah lama yang dahulu pernah begitu akrab di telinga kami. Semua kuanggap biasa pada awalnya.

Sampai pada satu titik di malam ini, seorang dari temanku berkomentar...
“bener git, kangen masa sasapedahan, jajan ka Bi Nonok, mancing pake bala-bala hahahaha... Masa yang ga akan terlupakan git...”

Maka sejenak pikiranku kembali ke masa sembilan atau duabelas  tahun yang lalu. Atau mungkin lebih jauh dari itu. Ketika kami masih berseragam putih merah dan bahkan jauh sebelum kami mampu berkhayal memakai seragam putih biru. Sejenak aku berpikir, apa yang kami lakukan hari ini, chat, bercengkrama di facebook dan berkomunikasi tanpa dibatasi jarak, adalah sesuatu yang biasa hari ini, tapi tak pernah terbayangkan dan sesuatu yang sangat keren jika dibayangkan dengan kacamata putih merah kami saat itu. It’s Magic!

Maka sejenak pikiranku melayang pada sebuah bangunan SD tua, dengan velg mobil tua dan besi pemukul berkarat sebagai bel-nya. Bi Nonok sang penjaja kupat tahu dan gorengan di ujung tembok pagar kelas enam, Bi Aah yang setia menjual es dawet di pojok desa, tepat di depan kelas satu dan Nini Kawi, si Nenek yang sedikit kurang sehat pikirannya, penjual makanan kecil favorit anak-anak.

Latar ini sudah lama sekali kutinggalkan, terjadi pada saat uang jajanku masih ada nominal dua puluh lima rupiahnya, saat harga kupat tahu tak lebih dari lima puluh rupiah, es dawet menu spesial pakai roti hanya seratus rupiah dan semangkok bakso dorong yang paling enak masih bisa dibeli dengan harga seratus lima puluh atau paling mahal dua ratus rupiah saja. Nah lho, kenapa tolok ukurnya harga makanan semua? Jawabannya simpel saja, karena itu, jajanan yang paling sering ditemui di depan sekolah tua kami.

Kesan tua dalam benakku akan semakin bertambah citarasa tua-nya jika membayangkan sepeda onthel milik Pak Adeng, Kepala sekolah kami, yang pastinya akan selalu terpajang di depan ruang guru. Beliau memiliki dua sepeda tua, satu jenis sepeda onta, dengan palang melengkung, dan satu sepeda dobel palang, yang tingginya minta ampun. Keduanya selalu sangat bersih, kinclong dan kuno. Menambah kuat citarasa pengabdian seorang guru senior.

Ketika pikiranku tengah berputar pada masa itu dan mencoba berpikir dengan pola pikirku di masa itu, maka laptop di depanku, yang sedang kupakai untuk menulis note ini, adalah sebuah keajaiban tak terbayangkan pada masa itu, jangankan memakainya, cara menyalakannya pun mungkin tak aku tahu. Teknologi penghasil tulisan terbaik saat itu hanyalah mesin tik tua. Dan duplikasinya adalah dengan menyelipkan kertas karbon diantara dua kertas itu. Sistem duplikasi maksimal lima lembar, dan zero defect, karena kalau terjadi kesalahan, kertas yang dibelakang karbon akan sangat sulit di-tipe-x. Begitu sederhananya saat itu, sehingga suatu hari aku pernah merasa bersalah ketika mengumpulkan tugas membuat puisi dengan tulisan hasil ketikan mesin tik tua Bapakku. Lembar kertas itu terlalu rapi, dan tidak terlihat selayaknya tugas anak SD, tapi terlihat seperti lembar buku yang terlepas. Aku takut itu dikira bukan buatanku. Menggelikan.

Menerawang masa-masa itu, maka siapa sangka jika malam ini, kami bisa mencapai titik ini? Seorang anggota forum kami online dari thamrin city, seorang lagi berkomentar dari sebuah tempat di Saudi Arabia, seorang lainnya berkomentar dari kapal pesiar yang sedang berlayar menuju Sydney. Dan sisanya, tersebar di beberapa kota besar. Aaaah. Satu hal yang kami tahu, rasanya sangat luar biasa! seolah tulisan kami di forum ini menyampaikan perasaan yang dirasakan saat mengetiknya. Kami tersenyum, tertawa, haru, geli dan bahagia.

Satu hal yang kami semua yakini, semua itu terjadi bukan karena kebetulan. Bukan karena tarikan lingkaran takdir semata, melainkan karena satu hal, yaitu MIMPI. Sejak dahulu kami bertekad untuk memperbaiki hidup.. meski tak pernah terucapkan, tidak pernah dituliskan, tidak pernah dijabarkan secara detail, namun semuanya tercatat dengan jelas di benak kami, semua definisi tentang perjuangan, harapan, impian dan keberhasilan. Hanya itu bahan bakar yang membawa kami keluar dari pinggiran kota kecil itu, dan berani berdiri diatas kaki sendiri, menghadapi putaran waktu, mengikuti arusnya, dan mempertahankan semuanya tetap terkendali melawan gravitasi, menuju semua cita-cita yang sudah terlanjur kami gantungkan di langit tinggi yang teramat jauh. Semoga Tuhan memeluk impian kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar