Putaran waktu memang hanya milik-Nya. Tak terduga dan kadang
irasional. Menuntun manusia menyusuri kejadian demi kejadian, menyusuri
rentetan peristiwa yang lebih sering kita sebut dengan nama kehidupan.
Terus berputar, penuh dengan kejutan, ketakterdugaan atau bahkan
pengulangan, selayaknya deja vu. Siklus kehidupan yang kususuri malam
ini teramat biasa pada awalnya, namun menjadi sesuatu yang luar biasa
ketika sejenak aku terdiam dan merasakan sesuatu yang timbul dari alam
bawah sadarku, secara tak sengaja, tak kentara, tapi semakin menguat
secara perlahan.
Berawal dari sebuah forum di facebook yang
dibuat oleh seorang teman lama. Teman yang sudah tidak pernah kutemui
sejak sepuluh tahun lalu. Beberapa hari terakhir, anggota forum kami
terus bertambah, dari satu, dua, hingga empat puluh satu orang teman
lama kami berkumpul dan saling menyapa di forum ini. Menumpahkan segala
rasa, haru, kangen, geli, dan menghangatkan kembali istilah-istilah
lama yang dahulu pernah begitu akrab di telinga kami. Semua kuanggap
biasa pada awalnya.
Sampai pada satu titik di malam ini, seorang dari temanku berkomentar...
“bener git, kangen masa sasapedahan, jajan ka Bi Nonok, mancing pake bala-bala hahahaha... Masa yang ga akan terlupakan git...”
Maka
sejenak pikiranku kembali ke masa sembilan atau duabelas tahun yang
lalu. Atau mungkin lebih jauh dari itu. Ketika kami masih berseragam
putih merah dan bahkan jauh sebelum kami mampu berkhayal memakai
seragam putih biru. Sejenak aku berpikir, apa yang kami lakukan hari
ini, chat, bercengkrama di facebook dan berkomunikasi tanpa dibatasi
jarak, adalah sesuatu yang biasa hari ini, tapi tak pernah terbayangkan
dan sesuatu yang sangat keren jika dibayangkan dengan kacamata putih
merah kami saat itu. It’s Magic!
Maka sejenak pikiranku
melayang pada sebuah bangunan SD tua, dengan velg mobil tua dan besi
pemukul berkarat sebagai bel-nya. Bi Nonok sang penjaja kupat tahu dan
gorengan di ujung tembok pagar kelas enam, Bi Aah yang setia menjual es
dawet di pojok desa, tepat di depan kelas satu dan Nini Kawi, si Nenek
yang sedikit kurang sehat pikirannya, penjual makanan kecil favorit
anak-anak.
Latar ini sudah lama sekali kutinggalkan,
terjadi pada saat uang jajanku masih ada nominal dua puluh lima
rupiahnya, saat harga kupat tahu tak lebih dari lima puluh rupiah, es
dawet menu spesial pakai roti hanya seratus rupiah dan semangkok bakso
dorong yang paling enak masih bisa dibeli dengan harga seratus lima
puluh atau paling mahal dua ratus rupiah saja. Nah lho, kenapa tolok
ukurnya harga makanan semua? Jawabannya simpel saja, karena itu,
jajanan yang paling sering ditemui di depan sekolah tua kami.
Kesan tua dalam benakku akan semakin bertambah citarasa tua-nya jika membayangkan sepeda onthel milik
Pak Adeng, Kepala sekolah kami, yang pastinya akan selalu terpajang di
depan ruang guru. Beliau memiliki dua sepeda tua, satu jenis sepeda
onta, dengan palang melengkung, dan satu sepeda dobel palang, yang
tingginya minta ampun. Keduanya selalu sangat bersih, kinclong dan
kuno. Menambah kuat citarasa pengabdian seorang guru senior.
Ketika
pikiranku tengah berputar pada masa itu dan mencoba berpikir dengan
pola pikirku di masa itu, maka laptop di depanku, yang sedang kupakai
untuk menulis note ini, adalah sebuah keajaiban tak terbayangkan pada
masa itu, jangankan memakainya, cara menyalakannya pun mungkin tak aku
tahu. Teknologi penghasil tulisan terbaik saat itu hanyalah mesin tik
tua. Dan duplikasinya adalah dengan menyelipkan kertas karbon diantara
dua kertas itu. Sistem duplikasi maksimal lima lembar, dan zero defect,
karena kalau terjadi kesalahan, kertas yang dibelakang karbon akan
sangat sulit di-tipe-x. Begitu sederhananya saat itu, sehingga suatu
hari aku pernah merasa bersalah ketika mengumpulkan tugas membuat puisi
dengan tulisan hasil ketikan mesin tik tua Bapakku. Lembar kertas itu
terlalu rapi, dan tidak terlihat selayaknya tugas anak SD, tapi
terlihat seperti lembar buku yang terlepas. Aku takut itu dikira bukan
buatanku. Menggelikan.
Menerawang masa-masa itu, maka
siapa sangka jika malam ini, kami bisa mencapai titik ini? Seorang
anggota forum kami online dari thamrin city, seorang lagi berkomentar
dari sebuah tempat di Saudi Arabia, seorang lainnya berkomentar dari
kapal pesiar yang sedang berlayar menuju Sydney. Dan sisanya, tersebar
di beberapa kota besar. Aaaah. Satu hal yang kami tahu, rasanya sangat
luar biasa! seolah tulisan kami di forum ini menyampaikan perasaan yang
dirasakan saat mengetiknya. Kami tersenyum, tertawa, haru, geli dan
bahagia.
Satu hal yang kami semua yakini, semua itu
terjadi bukan karena kebetulan. Bukan karena tarikan lingkaran takdir
semata, melainkan karena satu hal, yaitu MIMPI. Sejak dahulu kami
bertekad untuk memperbaiki hidup.. meski tak pernah terucapkan, tidak
pernah dituliskan, tidak pernah dijabarkan secara detail, namun
semuanya tercatat dengan jelas di benak kami, semua definisi tentang
perjuangan, harapan, impian dan keberhasilan. Hanya itu bahan bakar
yang membawa kami keluar dari pinggiran kota kecil itu, dan berani
berdiri diatas kaki sendiri, menghadapi putaran waktu, mengikuti
arusnya, dan mempertahankan semuanya tetap terkendali melawan
gravitasi, menuju semua cita-cita yang sudah terlanjur kami gantungkan
di langit tinggi yang teramat jauh. Semoga Tuhan memeluk impian kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar